Pakar Politik Pemerintahan UMY Soroti Politik Dinasti Yang Sedang Ramai Diperbincangkan

November 9, 2023, oleh: superadmin

Yogyakarta (9/11) – Narasi atau isu tentang Dinasti Politik kembali ramai diperbincangkan publik, terutama saat ini yang sedang dalam tahapan gelaran Pemilu 2024. Narasi tersebut mencuat dari salah satu kandidat Cawapres yaitu Wali Kota Solo Gibran Rakabuming Raka, yang merupakan putra Presiden RI mendampingi Capres Prabowo Subianto. Hal ini menarik perhatian bagi Dr. Titin Purwaningsih S.IP., M.Si. yang berprofesi sebagai Dosen dan Praktisi Politik Pemerintahan di Universitas Muhammadiyah Yogyakarta. Beliau memberikan opini singkat terkait dengan isu tersebut dalam kutipan berikut.

Ramai dan banyak yang “ngeles” tetang Politik Dinasti. Dengan dalih dipilih oleh rakyat, pendukung Gibran menolak disebut sebagai Politik Dinasti. Politik dinasti lahir dari adanya politik kekerabatan. Memang tidak semua keluarga politisi, masuk dalam kontestasi politik melalui jalur kekerabatan. Ini bagian dari disertasi saya, 8 tahun yang lalu, ada 4 kuadran dalam melihat politik dinasti sebagai berikut

 

 

 

Kalau pada posisi kuadran I, tidak termasuk dalam politik kekerabatan/dinasti, dia masuk dalam kontestasi politik karena dia punya kompetensi/kualitas dan proses rekrutmennya sesuai dengan prosedur legal formal yang ada.  Kalau tidak memenuhi salah satu atau keduanya, seperti dalam posisi di kuadran II, III dan IV, maka per-definisi, termasuk dalam politik kekerabatan, atau secara umum seringkali disamakan dengan politik dinasti.

Bagan Kuadran di atas, bila dikaitkan dengan Putusan Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi yang menyatakan memberhentikan  dengan tidak hormat ketua MK karena pelanggaran berat, menunjukkan bahwa masuknya Gibran  dalam kontestasi pemilihan presiden tidak sesuai prosedur. Per definisi, jelas termasuk dalam politik kekerabatan/politik dinasti. Apalagi bila dikaitkan dengan kompetensi, Gibran masih minim pengalaman untuk memimpin negara ini.

Meskipun Majelis Kehormatan MK tidak bisa merubah Keputusan MK, paling tidak sudah menunjukkan bahwa proses pencalonan Gibran sebagai calon Wakil Presiden, sarat dengan cacat moral dan etis. Ini merupakan proses Pendidikan politik yang sangat buruk untuk bangsa ini. Buruknya Pendidikan politik ini bukan hanya menjadi tanggungjawab calon, tetapi juga tanggung jawab para actor atau elit politik dan partai politik yang mengusungnya. Di tengah pemilih yang sering mudah lupa dan abai akan track record calon pemimpin yang dipilihnya, Pendidikan politik harus terus digaungkan. Jangan serahkan nasib bangsa dan negara kepada para pemimpin yang haus kekuasaan dan abai atas norma, moral dan hukum.